Corona Salah Siapa - Melisa Apriliani

Bila Corona Bisa Tertawa

Juni Bersejarah!
Corona Meledak Siapa Salah?

Coba ingat-ingat kembali, bukankah bulan lalu pemerintah melarang mudik? Bukankah bulan lalu jumlah hari libur cuti bersama juga sudah dikurangi?

Kok seperti tidak ada efeknya?

Berarti lonjakan Covid ini salah Lebaran? Atau salah mudik? Atau salah hari libur? Salah pemerintah karena masih berbaik hati memberi hari libur? Salah warga kota yang mudik ke kampung halaman melepas rindu dengan sanak keluarga? Salah pak polisi yang kurang ketat menutup lalu lintas?

Wallahualam

Statistik Covid Kcov 26 Juni 2021_19.28
Puncak grafik statistik kasus harian Covid-19 Indonesia pada 26 Juni 2021, tercatat 21.095 kasus baru
(grafik: kcov.id/data-nasionalsumber data: bnpb-inacovid19.hub.arcgis.comdibuat oleh: Rhesa Austen, diakses 26 Juni 2021, 19.28 WIB)

Euforia Vaksin Superman

Sebagian besar dari kita tentu sudah paham betul bahwa salah satu cara mengakhiri pandemi adalah dengan vaksinasi. Memang masih ada kelompok tertentu yang menentang vaksin, dengan berbagai macam alasan. Namun program vaksinasi di Indonesia berjalan cukup baik. Bulan ini vaksinasi telah mulai menyasar masyarakat umum dewasa.

Ada suatu fenomena culun tentang vaksinasi ini.

Sebagian masyarakat yang lain, setelah mendapatkan vaksin menjadi agak kendor prokesnya. Mulai sering membuka masker, bahkan memakai tali masker agar lebih mudah melepas-pasang maskernya, dan mulai berani berinteraksi dengan orang-orang dalam jarak dekat.

Bisa dimaklumi, mungkin sudah setahun menahan diri, sehingga ketika merasa lebih kebal, prokes pun bobol. Seorang pakar dalam sebuah talkshow di salah satu TV nasional mengibaratkan ada orang-orang yang merasa layaknya Superman atau Iron Man setelah divaksin. Culun, tapi euforia vaksin seperti ini banyak terjadi.

Tertampar Klaster Keluarga

Merebaknya klaster keluarga beberapa minggu terakhir menjadi tamparan keras bagi sebagian besar masyarakat yang selama ini merasa bahwa rumah adalah tempat perlindungan yang sangat aman.

Bukannya #dirumahaja berarti rumah adalah tempat yang paling aman?

Betul sekali, bila prokesnya ketat. Namun bila prokes kendor, rumah bisa jadi sumber penularan. Lupa tidak mencuci tangan sebelum membuka pintu masuk ke rumah, atau secara spontan dihampiri si kecil yang sudah menanti ayah pulang kerja, risikonya sangat besar bagi seisi rumah.

Fakta di lapangan, banyak kita jumpai orang-orang masih nongkrong di warung dekat rumah, bercengkerama tanpa memakai masker. Tetangga masih pada ngerumpi di depan pagar, pakai masker tetapi di dagu. Saat kembali ke dalam rumah, tidak lagi mencuci tangan, mandi, keramas, dan ganti baju, karena merasa “hanya keluar sebentar ke depan.”

Ayah Bunda, Jangan Lakukan Ini

Ada sebuah keluarga yang terkonfirmasi positif, dan keheranan terpapar dari mana. Ketika ditanya, sang ayah menjawab, “Kita patuh prokes kok, ngga pernah ke mana-mana, paling hanya badminton saja di lapangan sebelah.” Alamak! Paham kan maksudnya? Masih banyak orang yang tidak sadar betul bahwa “hanya main badminton di lapangan sebelah” pun sudah membuka pintu terpapar Corona.

Hal simpel seperti itulah salah satu yang membuat klaster keluarga merebak.

Ilustrasi Corona - Melisa Apriliani

Mengetahui semua itu, bila Corona bisa tertawa, ia akan tertawa-tawa melihat tingkah manusia. Yang satu menyalahkan yang lain. Yang satu berpikir keras sampai mumet, yang satunya lagi keheranan dan mempertanyakan. Yang satu ketakutan, yang lain kebingungan. Yang satu menuduh-nuduh konspirasi, satunya lagi berduka kehilangan kerabat dan keluarga.

Akankah kita biarkan Corona tertawa?


(is)

ilustrasi oleh Melisa Apriliani pada majalah M! edisi 12

opini
5 bintang | 7 pendukung