Batik Pekalongan Riset Maranatha 2025 (c) Benaya Andrias

Melestarikan Batik Sambil Menumbuhkan Inovasi Saintek yang Merakyat

Batik ya gitu-gitu aja, kesannya kaku dan kuno. Mungkin itulah gambaran di benak sebagian besar kawula muda masa kini, yang terlahir dan hidup di era AI dan dunia algoritma.

Di sisi lain, lestarinya batik juga bergantung di tangan-tangan pembatik, dan tak lepas dari peran UMKM serta industri batik. Sisi ini pun bergelut dengan berubahnya zaman. Ketika produk batik kalah saing dengan produk-produk lainnya, maka keberlanjutannya pun ikut terancam.

Kendalanya ada banyak, mulai dari ketersediaan bahan baku kain, proses membatik yang panjang dan makan banyak waktu, minat pembeli yang menurun, kendala regenerasi, hingga kesulitan dalam pengembangan produk. Masih ada banyak lagi kendala lainnya, yang semuanya itu tidak bisa diatasi sendirian tanpa kolaborasi.

Di sinilah entry point masuknya perguruan tinggi dan pemerintah, bahu-membahu dengan komunitas pembatik dan UMKM di daerah-daerah, juga dengan pihak industri hulu.

Batik tulis Lasem (© Gabriel Christofer)
Koleksi batik Lasem memiliki motif khas perpaduan budaya Jawa dan Tiongkok, antara lain sekar jagad, latohan, watu pecah, dan ornamen burung hong, naga, ikan. (foto: Gabriel Christofer)

Baca juga → 48 Kampus Terpilih Menjadi Pionir Pembumian Sains dan Teknologi Luncuran Semesta Diktisaintek

Tantangan Batik Inovasi Saintek

Tahun ini, yang menjadi perhatian adalah produk-produk inovasi para peneliti UK Maranatha yang memadukan batik dengan warisan karya sastra dan teknologi informasi. Inovasi unggulan tersebut antara lain adalah “Batik Turtle Graphics”, “Batik Naskah Kuno”, dan “Batik Bersuara”.

Inovasi ini ingin menekankan bahwa batik sebagai budaya tradisi khas Indonesia adalah kekayaan sekaligus identitas bangsa yang perlu dilestarikan dengan cara-cara mengikuti perkembangan zaman. Metode, teknologi, dan material baru dapat didayagunakan untuk melestarikannya.

Pertama, melalui pemanfaatan algoritma turtle graphics untuk membuat rancangan motif batik yang khas.

Kedua, membuat inovasi motif baru memanfaatkan teori bahasa rupa yang diterapkan dalam metode alih rupa dari karya sastra. Karya yang dimaksud adalah berupa naskah-naskah sastra kuno yang selama ini tersimpan rapat di lingkungan keraton, hingga karya-karya cerita rakyat dan legenda.

Ketiga, menggabungkan pengalaman indra penglihat, peraba, dan pendengar untuk membangkitkan imajinasi melalui pengalaman imersif batik bersuara.

Batik Pekalongan Riset Maranatha 2025 (c) Benaya Andrias
Produksi batik di daerah Pekalongan, Jawa Tengah, berkolaborasi dengan peneliti batik UK Maranatha. (foto: Benaya Andrias)

Baca juga → Warisan Budaya Indonesia Naik Pamor, Batik Bukan Tren

Singkat kata, inovasi ini ingin menegaskan bahwa batik gak gitu-gitu aja.

Batik memang warisan budaya adiluhur, tetapi juga merupakan karya budaya yang hidup dan berkembang seiring kemajuan zaman. Batik juga bisa berevolusi memanfaatkan teknologi modern. Batik juga bisa berinovasi out of the box tanpa mengurangi keadiluhurannya.

Bahkan, batik juga bisa menjadi medium pelestari karya budaya tradisi lainnya. Semuanya itu bisa terjadi karena ada sains dan teknologi (saintek) di baliknya.

Namun, belum selesai sampai di situ.

Persoalannya adalah, sekreatif dan seinovatif apa pun produk inovasi yang lahir di lingkungan akademik kampus, tidaklah berguna bila tidak diketahui dan tidak bisa didayagunakan oleh masyarakat secara nyata. Di sinilah perlunya satu elemen lagi dalam bauran pentahelix, yakni peran kehumasan perguruan tinggi untuk menjadi science communicator, katalisator, dan central hub untuk membumikan saintek.

Humas perguruan tinggi perlu ambil bagian strategis sebagai pembudaya saintek sampai ke level rakyat, bukan semata-mata milik para akademisi saja. Inilah yang sedang digalakkan oleh Kemdiktisaintek, yakni penguatan kehumasan perguruan tinggi sebagai motor penggerak ekosistem saintek agar bisa berdampak nyata bagi masyarakat luas.

Selamat Hari Batik Nasional 2 Oktober 2025. Dirgahayu batik Nusantara!


(Ditulis oleh: Iwan Santosa)

foto atas: Benaya Andrias Kuncorobudi © 2025

editor: MA

aktual gagasan opini
5 bintang | 2 pendukung