ICoBAC Keynote Session

Adu Wacana dalam Diskursus AI dan Komunikasi, Catatan dari ICoBAC 2025

Saat ini adalah eranya AI alias kecerdasan buatan. Suka tidak suka, manusia sudah dikepung dengan AI, baik sengaja ataupun tidak. Di tengah penetrasi AI yang masif, ada juga yang bilang, AI adalah awal dari kemunduran manusia.

Apakah AI adalah kawan sejati yang mempermudah aktivitas manusia, atau sebaliknya, AI adalah disruptor yang akan menggantikan dan memperbodoh manusia? Pro-kontra ini masih menjadi perdebatan.

Mengutip Prof. Milan Regec, pakar komunikasi dan AI dari Comenius University Bratislava, AI tidak hanya revolusi teknologi, tetapi merupakan sebuah revolusi sosial.

Diskursus tentang AI telah melahirkan beragam wacana, dari optimisme terhadap efisiensi hingga kekhawatiran tentang etika dan dehumanisasi.

Adu wacana ini mencerminkan benturan pemikiran dan perspektif antara teknokrasi, pragmatisme, dan humanisme, dalam merespons transformasi yang dipicu oleh AI.

Khusus dalam konteks ilmu komunikasi dan administrasi bisnis, diskursus dan adu wacana yang cukup panas terjadi di forum konferensi internasional The 2nd International Conference of Business Administration and Communication (ICoBAC) 2025.

Digelar secara hybrid dari G. H. Universal Bandung, 20 September 2025, konferensi yang diselenggarakan oleh FISIP Universitas Sangga Buana (USB) YPKP ini mengangkat tema “Exploring the Opportunities and Challenges of AI Impacting Communication Science and Business Administration”.

 ICoBAC 2025 Opening
Peresmian pembukaan The 2nd International Conference of Business Administration and Communication (ICoBAC) 2025 di G. H. Universal Bandung (20/9/2025)

Baca juga → 48 Kampus Terpilih Menjadi Pionir Pembumian Sains dan Teknologi Luncuran Semesta Diktisaintek

Wacana AI Antimainstream, Evolusi Menuju Kebodohan

Di forum inilah saya pertama kali bertemu dengan Prof. Milan Regec, seorang Master of Marketing Communication Faculty of Arts, Comenius University Bratislava, Slovakia dan Member of University Commite on Artificial Intelligence.

Jarang saya mendengar paparan mengenai AI yang antimainstream seperti yang disampaikan oleh Prof. Milan. Di tengah arus utama bahwa manusia harus bisa mengakrabi AI, ia menyampaikan fakta dan temuan yang menyeramkan.

Dari paparannya yang lengkap dengan data hasil penelitian dan tampilan gambar-gambar struktur otak yang berubah gara-gara penggunaan AI pada kelompok observasi, saya menangkap secara kasar bahwa manusia sedang di ambang evolusi menuju kemunduran dan kebodohan.

Opini yang sungguh tajam, bukan?

Sejauh ini saya terpaku pada konsep evolusi Darwin. Simplifikasi dalam benak saya, monyet bisa berevolusi menjadi cerdas. Sekarang, gara-gara Prof. Milan, pikiran saya terganggu dengan konsep sebaliknya—mungkinkah manusia bisa berevolusi menjadi “monyet” bodoh?

Jangan sampai!

Prof. Milan menegaskan gagasan ini ketika menjawab pertanyaan yang saya ajukan langsung di forum itu. Begini kira-kira pertanyaan naif saya, “Are we victims of AI ecosystem, provided and owned by several big companies?”

Setelah jawaban yang cukup panjang, ia melontarkan kalimat yang tidak saya duga sebelumnya.

It doesn’t matter.
We are already declining!

Kemudian, ia memberi ilustrasi bahwa kita saat ini sudah berada dalam mobil yang sedang meluncur di sisi jurang. Waduh!

Pertanyaan saya juga ditanggapi oleh pakar AI dari Asia, yakni Prof. Dr. Huda Ibrahim, Professor and Senior Research Fellow di Institute for Advanced and Smart Digital Opportunities School of Computing, Universiti Utara Malaysia.

Berbeda dengan tanggapan sebelumnya yang sangat frontal, Prof. Huda memberikan pandangan bahwa bagaimanapun, manusia tetap harus memutuskan sendiri apakah akan jadi korban atau tidak.

Di sinilah saya mencium adanya tantangan besar yang dihadapi oleh manusia, bukan hanya untuk generasi saat ini yang mungkin sudah tergolong dewasa pemikirannya, tapi lebih kepada generasi digital native para penerus masa depan.

Bisa dibayangkan, apa jadinya generasi digital native atau AI native ini nantinya, bila semua pengetahuan mereka sejak lahir dicetak instan hanya dari AI, tanpa melewati proses kognitif membangun knowledge secara utuh.

Padahal, suatu saat nanti AI tidak akan bisa berkembang lagi, karena training data-nya sudah jenuh. Ketika ini terjadi, AI pun akan menjadi bodoh.

Sepenggal wacana tadi memang bernuansa pesimis. Namun, itulah diskursus yang perlu kita perdebatkan, semoga bisa menjadi perhatian dan membuka jalan yang lebih optimis.

ICoBAC Parallel Session Onsite
Paparan berjudul “The Strategic Role of Public Relations in the Era of AI and PR 4.0” dipresentasikan pada sesi paralel ICoBAC 2025. (foto: dok. Reza Rinaldi)

Baca juga → Tiga Belas Kampus Top Akreditasi Unggul Jawa Barat, Ada USB dan UGJ

AI dalam Dunia Kehumasan Era PR 4.0

Dalam forum internasional ICoBAC 2025, saya hadir sebagai salah satu pembicara sesi paralel, membawakan presentasi berjudul “The Strategic Role of Public Relations in the Era of AI and PR 4.0”.

Presentasi itu merupakan ringkasan dari paper penelitian terbaru yang prosesnya sudah berjalan sekitar setahun terakhir. Penelitian ini mengungkap peran strategis humas perguruan tinggi dalam membangun reputasi dan citra institusi.

Ada juga paparan mengenai evolusi PR 1.0 hingga PR 4.0, dan masuknya AI dalam dunia kehumasan. Dalam konteks ini, AI membuka banyak kesempatan baru, tetapi juga mendisrupsi dan menimbulkan kekhawatiran akan banyaknya fungsi kehumasan yang tergantikan oleh AI, belum lagi urusan kredibilitas komunikasi dan masalah etik.

Penelitian yang berbasis qualitative systematic literature review ini menggunakan data primer hasil studi kasus dan observasi dari 25 perguruan tinggi di Indonesia.

Melalui paper ini saya mengungkap sampai di mana humas perguruan tinggi Indonesia memanfaatkan AI, dan apa kendala yang dihadapi. Kemudian, diungkap juga best practices dan metode-metode yang digunakan oleh humas dalam menjalankan fungsinya.

Paper berjudul “The Strategic Role of Public Relations in the Era of AI and PR 4.0” ini berhasil mendapatkan penghargaan 1st Winner Best Paper The 2nd International Conference of Business Administration and Communication (ICoBAC) 2025.


(Ditulis oleh: Iwan Santosa)

TENTANG PENULIS

foto atas: Prof. Milan Regec menyampaikan materi sesi keynote ICoBAC 2025 (dok. Iwan Santosa)

editor: MA

gagasan opini pilihan
5 bintang | 3 pendukung